MATA INDONESIA, WASHINGTON – Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyoroti daftar menteri yang dirilis Taliban. Sebagaimana diketahui tak ada wakil perempuan dalam jajaran kabinet baru di Afghanistan.
“Kami mencatat daftar nama yang diumumkan secara eksklusif terdiri dari individu yang menjadi anggota Taliban atau rekan dekat mereka dan tidak ada perempuan. Kami juga prihatin dengan afiliasi dan rekam jejak beberapa individu,” demikian pernyataan departemen luar negeri AS.
“Kami memahami bahwa Taliban telah menghadirkan ini sebagai kabinet sementara. Namun, kami akan menilai Taliban dengan tindakannya, bukan kata-katanya,” sambungnya melansir Guardian.
Mullah Mohammad Hassan Akhund didaulat sebagai pemimpin baru Afghanistan, ia dikenal dekat dengan salah satu pendiri Taliban, Mullah Omar. Kemudian Mullah Abdul Ghani Baradar menempati posisi wakil Perdana Menteri bersama Abdul Salam Hanafi, anggota badan politik yang bermarkas di Qatar.
Kemudian Mullah Yaqoob, yang merupakan putra dari Mullah Omar menjabat sebagai menteri pertahanan. Sementara Sirajuddin Haqqani, yang merupakan buruan Biro Investigasi AS (FBI), menempati posisi menteri dalam negeri.
Kabinet baru juga sangat didominasi oleh kelompok etnis Pashtun yang membentuk basis kekuatan asli Taliban tetapi yang hanya membentuk sekitar 40 persen dari populasi Afghanistan.
Sejauh ini, kelompok Taliban sudah mengumumkan 19 kementerian, tiga direktorat, tujuh wakil menteri, dan panglima angkatan bersenjata.
Tak adanya keterlibatan kaum perempuan dalam jajaran menteri yang dirilis Taliban sejatinya tidak mengherankan. Pasalnya, Wakil Kepala Kantor Politik Taliban, Inayatulhaq Yasini menyatakan bahwa perempuan tidak akan hadir di jajaran kabinet.
Meski demikian, ia memastikan bahaw perempuan akan diberikan tempat di Pemerintahan Afghanistan yang baru. Taliban juga berkomitmen bahwa kaum perempuan di negara tersebut dapat melanjutkan pekerjaan mereka di pemerintahan.
“Perempuan Afghanistan yang memiliki kemampuan dan kapasitas dan bisa bekerja secara profesional, mereka akan berada di pemerintahan. Tetapi dalam pemerintahan Afghanistan yang baru, bisa saya pastikan mereka tetap akan bekerja tetapi tidak di posisi jajaran pemerintahan,” tutur Yasini kepada BBC belum lama ini.