Kapan Nih Fans Bisa Lihat Messi Main dengan PSG?

Baca Juga

MATA INDONESIA, PARIS – Fans PSG sudah tak sabar melihat Lionel Messi turun di lapangan. Tapi, pelatih Mauricio Pochettino tak ingin tergesa-gesa.

Messi didatangkan dari Barcelona dengan bebas transfer. Dia mendapatkan kontrak dua musim plus opsi perpanjangan satu tahun.

La Pulga akan mendapatkan bayaran 35 juta Euro per tahun belum dipotong pajak. Di PSG, pemain asal Argentina itu memakai jersey nomor punggung 30.

Messi, bersama Sergio Ramos, Gianluigi Donnarumma, Achraf Hakimi dan Georginio Wijnaldum, diperkenalkan lagi secara resmi di hadapan puluhan ribu fans PSG kemarin.

Tapi, mereka belum bisa melihat Messi merumput dalam waktu dekat karena baru dua kali mengikuti sesi latihan. Ayah tiga anak itu tak terakhir kali main saat membawa Argentina juara Copa America sebulan lalu.

“Untuk kapannya Leo Messi akan main, dia baru dua kali menjalani latihan setelah terakhir tampil di Copa America sebulan lalu,” ujar Pochettino, dikutip dari Sky Sports, Selasa 17 Agustus 2021.

“Kami akan selangkah demi selangkah, saling mengenal satu sama lain dan menunggu dia dalam kondisi fit sehingga dia nyaman saat melakoni debut. Jadi, tunggu dia sepenuhnya fit,” katanya.

Ada kemungkinan Messi akan dimainkan saat menghadapi Reims pada 29 Agustus 2021 di kompetisi Ligue 1.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini