MATA INDONESIA, WINA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan para pengedar narkoba di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara memiliki cara untuk menghindari pembatasan COVID-19 guna meningkatkan perdagangan dan mendiversifikasi produksi.
Dan Kamboja –negara yang berbatasan dengan Thailand, Laos, dan Vietnam itu, muncul sebagai sumber dalam skala besar untuk narkoba jenis metamfetamin.
Perdagangan metamfetamin atau sabu – yang sejauh ini merupakan obat paling popular di kawasan tersebut, sempat mengalami gangguan selama puncak pandemi virus corona. Namun, meningkat ke level yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya, demikian dilaporkan Kantor Narkoba dan Kejahatan PBB (UNODC).
Pihak berwenang di kawasan Asia berhasil menyita barang haram tersebut seberat 170 ton. Jumlah ini naik sebesar 19 persen dari tahun sebelumnya, kata laporan UNODC.
“Sementara pandemi telah menyebabkan ekonomi global melambat, sindikat kriminal yang mendominasi kawasan dengan cepat beradaptasi dan memanfaatkannya,” kata Jeremy Douglas, Perwakilan Regional UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, melansir English al Arabiya, Kamis, 10 Juni 2021.
Dalam upaya untuk menghindari pembatasan COVID-19, kelompok kejahatan semakin banyak mengangkut narkoba melalui Laos – negara kecil dengan penegakan hukum yang buruk, ke pusat perdagangan tradisional di Thailand dan Vietnam.
Laporan tersebut mencatat munculnya produksi sabu skala besar di Kamboja, meskipun Douglas mengatakan output negara itu dikerdilkan oleh pusat produksi obat-obatan terlarang yang masih berkembang di Negara Bagian Shan, Myanmar, bagian dari Segitiga Emas.
Sebagai catatan, wilayah Segitiga Emas atau yang juga dikenal dengan Golden Triangle merupakan pusat produksi berbagai jenis narkoba di kawasan Asia Tenggara yang letaknya berada di wilayah pedalaman dan pegunungan di utara Myanmar, Thailand, dan Laos.
Para gembong narkoba di wilayah tersebut bekerja sama dengan kelompok pemberontak, terutama dari Myanmar yang telah cukup lama mengendalikan wilayah Golden Triangle.
“Sepertinya kejahatan terorganisir sedikit membatasi dan menggeser beberapa produksi sehingga tidak semuanya terkonsentrasi,” sambung Douglas.
Harga grosir sabu mengalami penurunan di sejumlah negara, seperti di Kamboja, Malaysia, dan Thailand karena lonjakan pasokan
UNODC mengaitkan bahwa kenaikan pasokan dipicu karena kemudahan dalam memperoleh prekursor untuk memproduksi sabu dan obat-obatan terlarang lainnya. Sementara pasokan obat-obatan sintetis seperti ekstasi, kanabinoid, dan ketamin juga telah meluas di seluruh wilayah.