MATA INDONESIA, JAKARTA – Nyaris, di tahun 80 an, rata-rata orang Indonesia yang menonton tayangan Televisi mengenal nama Oshin.
Drama yang diproduksi oleh NHK Jepang pada tahun 1983 ini menjadi tontonan wajib saat itu. Seri Drama Oshin ini mengisahkan perjalanan hidup seorang gadis bernama Shin Tanokura (Oshin) di era Meiji hingga 1980-an.
Drama Jepang ini memiliki episode hingga 297 dengan durasi tiap episode selama 15 menit. Drama ini mampu menyedot perhatian penonton dengan alur cerita yang mengharu biru. Kisah perjuangan seorang gadis untuk mencapai cita-citanya dengan beragam masalah yang dihadapi.
Di drama tersebut, OshinIa lahir di awal abad XX sebagai anak petani miskin yang begitu susah menyediakan nasi untuk makan keluarga. Oshin tumbuh sebagai anak yang rajin, penurut, serta mengerti kesulitan orangtua. Demi membantu kebutuhan pangan keluarganya–yang terdiri dari ayah, ibu, adik, kakak, serta nenek–ia rela bekerja jadi pelayan di rumah seorang saudagar kaya. Meski baru berusia tujuh tahun, namun Oshin berusaha bekerja sebaik mungkin.
Dalam serial tersebut, dari kecil hingga tua, secara berurutan Oshin diperankan oleh Ayako Kobayashi, Yuko Tanaka, dan Nobuko Otowa. Peran Ayako Kobayashi sebagai Oshin kecil amat berkesan dan terus diingat orang. Pada Oktober 2013, Oshin versi film dirilis. Film ini hanya fokus pada masa kecil Oshin yang diperankan oleh Kokone Hamada. Kisah Oshin si pekerja keras rupanya menarik minat banyak penonton. Serial sepanjang 297 episode—yang tiap episode berdurasi 15 menit ini—berkali-kali ditayangkan di Jepang dan negara-negara berkembang di Asia dan Amerika latin.
Di Indonesia, Oshin ditayangkan sejak November 1986. Para pemirsa TVRI selalu menanti penayangannya. Orde Baru menggunakan serial ini untuk mendidik rakyat Indonesia agar tegar dalam menghadapi penderitaan hidup dan tak kenal menyerah, serta maju seperti Oshin.
Kisah Oshin terinspirasi dari sosok nyata dalam dunia bisnis Jepang. Majalah Asia Week volume 19, 14 April 1993 menyebutkan bahwa Oshin adalah gambaran kehidupan pengusaha wanita Katsu Wada yang wafat pada 28 Maret 1993. Kisah asli Katsu Wada sebetulnya tidak semenderita Oshin, meski sama-sama pekerja keras.
Peter B. Clarke dalam Japanese New Religions in Global Perspective (2013:51) menyebut Katsu Wada lahir pada 1906 dari pasangan pedagang sayur. Orangtuanya menjalankan warung sayur kecil bernama Yaohan di Odawara, sebuah kota kecil di Prefektur Kanagawa—100 km dari Tokyo. Mereka hendak menikahkan Katsu Wada dengan pegawai warungnya yang bernama Wada Ryohei. Katsu lebih tertarik menjadi guru ketimbang melanjutkan bisnis keluarga. Namun, ia akhirnya meneruskan bisnis orangtuanya.
Karena dijodohkan merekapun menikah. Kedua pasangan ini kemudian membuka toko kelontong pertama pada 1930. Setelah itu, bisnis mereka berkembang menjadi salah satu pengecer terbesar asal Jepang yang paling aktif di Asia.
Kisah pasangan ini yang kemudian menginspirasi penulis skenario Sugako Hashida yang kemudian menuangkannya dalam drama Oshin. Hashida kemudian menggabungkannya dengan kisah dirinya bersama ibu mertuanya
Pada 4 April 2021 Hashida telah menutup usia akibat mengidap limforma atau kanker kelenjar getah bening. Demi memberikan penghormatan terakhir kepada sang penulis tersebut para penggemar dari seluruh penjuru dunia telah memberikan penghormatan mereka melalui media sosial .
Kisah Oshin memang inspiratif. Banyak penggemar drama ini mengatakan sangat tersentuh dengan alur cerita yang begitu nyata dan memberikan motivasi kehidupan. Cerita serial ini memang menarik perhatian orang karena karakternya yang memiliki kekuatan dan kegigihan dalam menghadapi kesulitan. Mulai dari dirinya yang ditukar dengan sekantong beras saat masih kecil, kemudian kehilangan putranya akibat Perang Dunia Kedua, dan suaminya yang bunuh diri. Oshin tidak pernah putus asa.
Demam drama Oshin cepat sekali menyebar ke seluruh dunia. Di Thailand rapat kabinet dikabarkan dijadwal ulang sehingga tidak bentrok dengan waktu penayangan episode serial itu. Sebuah surat kabar Bangkok juga mencatat sirkulasinya melonjak 70 persen setelah mulai menerbitkan sinopsis mingguan serial tersebut. Di Hong Kong, warisan drama itu dilestarikan dalam bentuk Oshin House, sebuah jaringan ritel yang menjual makanan ringan dari Jepang. Pendirinya mengatakan dia menjalankan bisnisnya dengan “semangat Oshin” – secara tangguh dan rajin.
Tak hanya itu, Keberhasilan serial ini memberikan inspirasi dalam mendirikan kios pakaian bagi warga Iran, Mereka menamai pasar barang bekas tersebut dengan nama “tanakura” bazaar – sebagai penghormatan atas nama keluarganya, Tanokura.
Di Vietnam, beberapa orang masih menggunakan judul serial itu sebagai kata untuk pembantu rumah tangga, merujuk pada pekerjaan pertama karakter perempuan dalam serial itu. Di Hanoi, sebuah lingkungan tempat tinggal banyak petugas kebersihan dan pengasuh anak dikenal sebagai “kelompok Oshin”.
Diterimanya serial Oshin dengan sangat positif oleh sebagian masyarakat dunia membuat Jepang dipandang baik dan tak terlihat seperti musuh, Beberapa orang bahkan berpendapat bahwa serial ini membantu memutar-balikkan sentimen anti-Jepang setelah pendudukan brutalnya di beberapa negara Asia Tenggara selama Perang Dunia II.
Sekadar Nostalgia, inilah lagu soundtrack serial Oshin:
Reporter : Ananda Nuraini