RUU Energi Baru Terbarukan Disahkan, Investor Ramai-Ramai Masuk Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pengamat energi, Kurtubi mengatakan Pengesahan Rancangan Undang-Undang mengenai Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi Undang-Undang akan menggoda para investor untuk menanam modal di Indonesia.

“RUU EBT yang sekarang sedang dibahas di DPR supaya lebih cepat diketok palu lebih bagus. Masalahnya sudah clear, sudah jelas kalau kita bangsa Indonesia ini bagian dari masyarakat dunia dan kita sudah meratifikasi Paris Agreement, jadi ini satu kewajiban yang tidak bisa kita elakan,” tutur Kurtubi, Minggu, 25 April 2021.

Kurtubi menyatakan, investasi sektor EBT dapat berjalan secara terintegrasi, baik, dan penuh kepastian bila payung hukumnya telah terbentuk, yakni berupa UU RBT. Ia mengatakan, sejauh ini tidak ada perdebatan signifikan, hanya penggunaan energy nuklir sebagai salah salah satu energy baru di Tanah Air.

Kurtubi pun meminta pihak-pihak yang masih memperdebatkan pembangunan tenaga nuklir untuk terbuka dan mulai menerima. Mengingat energi nuklir merupakan energi terbarukan yang bersih dan mampu menghasilkan tenaga listrik yang kuat dan stabil. Dan hal ini sangat dibutuhkan oleh industri di Indonesia.

“Jika Indonesia ingin menjadi negara maju, maka dibutuhkan industrialisasi. Industrinya harus maju. Proses industri adalah bagaimana mengubah bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan barang jadi. Nah, proses itu membutuhkan listrik,” papar Kurtubi.

“Intinya, karena kita mau jadi negara maju, maka harus benar-benar dibangun listrik untuk industri di seluruh tanah air, bukan hanya di Jawa. Kalau bauran energi fosilnya masih banyak sekali, bagaimana mau menuju nol gas rumah kaca (GRK). Itu tidak akan bisa dicapai jika 2050 bahkan energi fosil masih 69 persen,” tuturnya.

“Nah itu investor nanti akan melihat Indonesia akan besar ini EBT-nya di 2050. Sehingga investor ramai-ramai masuk Indonesia,” tuntas Dosen Magister Universitas Indonesia itu.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini