Tujuan dari Terorisme adalah Islamofobia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut, gerakan terorisme, terutama di Indonesiak, kerap membawa-bawa nama Islam.

Padahal, terorisme atau radikalisme ini sebenarnya melakukan memanipulasi agama, yang bertujuan untuk menciptakan kebencian dan ketakutan terhadap agama tersebut, dalam hal ini Islam atau yang dikenal dengan istilah ‘islamofobia’.

“Sehingga menjadikan fitnah bagi Islam, karena adu domba Islam, membuat islamofobia,” kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwahid, Selasa 30 Maret 2021.

Nurwahid mengatakan, radikalisme dan terorisme ini bagaikan sebuah penyakit berbau spiritual, yang dapat menyerang siapapun. Semua manusia menurutnya berpotensi untuk terpapar paham berbahaya tersebut.

Ia menganalogikan, paham berbahaya ini bagaikan virus HIV/AIDS yang dapat menghilangkan daya tahan tubuh manusia bila sudah terjangkit. Virus lalu akan menyasar seluruh jaringan organ tubuh.

“Tidak mengenal pangkat, jabatan tidak mengenal profesi tidak mengenal latar belakang bahkan tidak mengenal level atau tingkat intelektual seseorang, ini virus,” ujar dia.

Bagi Nurwahid, pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada Minggu 28 Maret 2021 lalu, adalah orang-orang yang terjangkit virus yang dimaksud.

Selain masalah spiritual, radikalisme ini juga menurutnya adalah penyakit politik yang mengatasnamakan agama.

“Kenapa penyakit politik, karena radikalisme mengatasnamakan agama ini adalah gerakan politik yang ingin merubah tatanan politik sosial yang sudah mapan, dalam hal ini adalah ingin merebut kekuasaan yang sah,” kata Nurwahid.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Stok BBM Dipertahankan Rata-Rata 20 Hari untuk Menjamin Kebutuhan Jelang Nataru

Oleh: Anggina Nur Aisyah* Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2025/2026, pemerintah menegaskankomitmennya dalam menjamin ketersediaan energi nasional melalui kebijakan strategismenjaga stok bahan bakar minyak pada rata-rata 20 hari. Kebijakan ini menjadi buktinyata kesiapan negara dalam mengantisipasi peningkatan kebutuhan masyarakatselama periode libur panjang, sekaligus memperkuat rasa aman publik terhadapkelangsungan aktivitas sosial, ekonomi, dan keagamaan. Penjagaan stok BBM tersebutmencerminkan perencanaan yang matang, berbasis data, serta koordinasi lintas sektoryang solid antara pemerintah, regulator, dan badan usaha energi nasional. Perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap kesiapan menghadapi arus Natal dan Tahun Baru memperlihatkan bahwa sektor energi ditempatkan sebagai prioritas utamadalam pelayanan publik. Presiden memastikan bahwa distribusi bahan bakar berjalanoptimal seiring dengan kesiapan infrastruktur publik, transportasi, dan layananpendukung lainnya. Pendekatan ini menegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan energimasyarakat tidak hanya dipandang sebagai aspek teknis, melainkan sebagai bagian daritanggung jawab negara dalam menjaga stabilitas nasional dan kenyamanan publikselama momentum penting keagamaan dan libur akhir tahun. Langkah pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan mengaktifkan kembali Posko Nasional Sektor...
- Advertisement -

Baca berita yang ini