MATA INDONESIA, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menggunakan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jika ditemukan bukti dalam pengembangan kasus. Lembaga Antirasuah ini harus berhati-hati karena tidak bisa sembarangan bertindak tanpa adanya bukti.
“Tentu, baik di tingkat penyidikan maupun fakta-fakta hukum hasil persidangan yang kemudian dikembangkan lebih lanjut,” kata pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, Selasa 23 Februari 2021.
KPK dinilai bisa menggunakan pasal tersebut untuk menindaklanjuti kasus korupsi yang dilakukan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara maupun mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan pasal hukuman mati jika ditemukan bukti kuat.
Namun Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) menilai bahwa pelaku korupsi tidak bisa dihukum mati karena dianggap melanggar aturan internasional.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menilai hukuman mati hanya diizinkan untuk tindak pidana yang disebut the most serious crime atau pelanggaran HAM berat. Kejahatan tersebut meliputi genosida, kejahatan kemanusiaan, agresi dan kejahatan perang.
Ali pun merespon pernyataan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik yang menyatakan bahwa pelaku korupsi tidak bisa dihukum mati.
“KPK sebagai bagian dari aparat penegak hukum tentu tidak dalam kapasitas berpendapat setuju atau tidak terkait penerapan hukuman mati tersebut,” kata Ali.
Namun ia meminta masyarakat untuk bersabar dan memercayakan penanganan dua kasus mantan menteri itu ke penyidik.
“Dalam penghukuman pelaku korupsi, kebijakan KPK saat ini tidak hanya menghukum pidana badan berupa penjara sebagai efek jera namun juga memaksimalkan pemulihan hasil tindak pidana korupsi atau asset recovery melalui tuntutan denda, uang pengganti, maupun perampasan aset lainnya,” kata Ali.