MATA INDONESIA, JAKARTA – Berdasarkan sejarah, kerajaan Mataram Islam terbelah menjadi dua, yakni Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pecahnya kerajaan tersebut tak lepas dari taktik adu domba yang dilakukan oleh Belanda.
Kesunanan merupakan daerah yang dipimpin oleh sunan atau raja, sedangkan kesultanan merupakan daerah yang dipimpin oleh sultan.
Meski berasal dari garis keturunan yang sama, Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta memiliki perbedaan yang tampak mencolok, salah satunya eksistensinya di mata masyarakat.
Di Yogyakarta, masyarakatnya memegang erat kebudayaan dan mempertahankan anggapan bahwa keraton sebagai pusat pemerintahan. Sedangkan, masyarakat Surakarta menganggap Kesunanan saat ini hanya sebatas simbol saja yang semakin lama semakin redup. Bahkan saat ini, karisma wali kota lebih dominan dibanding dengan keraton.
Hal tersebut tak terlepas dari pengaruh Belanda yang dengan mudahnya masuk ke Kesunanan Surakarta lewat politik adu domba.
Sejak dahulu, elite Kesunanan Surakarta memang kurang menunjukan eksistensinya dalam membela Tanah Air. Berbanding terbalik dengan Yogyakarta yang dari awal sepak terjangnya selalu memberontak pada pemerintahan Belanda.
Hal itu terlihat jelas ketika Yogyakarta dipilih menjadi ibu kota sementara saat Indonesia dalam keadaan darurat atau bahaya.
Tetapi, kondisi serupa tidak ditemukan di Surakarta. Institusi keraton baik di Kesunanan Surakarta atau di Pura Mangkunegara, tidak memiliki peran seperti Yogyakarta.
Karena perbedaan itu, pihak keraton tidak mampu merangkul masyarakat Surakarta. Selain itu, Kesunanan Surakarta pun penuh akan konflik internal. Sehingga muncul berbagai gerakan anti-kerajaan, anti-feodalisme, anti-kolonalisme, dan sebagainya.
Kini, Yogyakarta menjadi Daerah Istimewa yang memiliki hak-hak istimewa dan membuat elite-elite penguasa lokal lebih leluasa dalam menunjukan eksistensinnya dengan aturannya sendiri. Bukan hanya itu, kaum elite tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Karisma Sultan Yogyakarta pun begitu besar, ia sangat disenangi dan disegani oleh rakyatnya sendiri. Selain itu, Sultan Yogyakarta pun merangkap sebagai Gubernur yang membuatnya lebih mudah mengatur daerahnya.
Berbeda dengan Kesunanan Yogyakarta, dimana karisma Sunan semakin pudar dan hanya dianggap sebagai simbol belaka. Selain itu, kewenangan Kesunanan Surakarta masih terbagi dengan Walikota Surakarta.
Reporter: Diani Ratna Utami