MATA INDONESIA, JAKARTA – Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi) Fadjroel Rachman memastikan pemerintah tetap melindungi dan menghormati kritik yang disampaikan masyarakat, sepanjang sesuai dengan UUD 1945 dan peraturan perundangan.
Menurutnya masyarakat memang berhak dan dibebaskan mengeluarkan pendapat. Namun ia juga mengingatkan agar kebebasan dalam berpendapat tetap harus mematuhi Pasal 28J UUD 1945.
Secara garis besar pasal ini mengatur setiap orang dalam menjalankan hak dan kebebasannya wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Hal ini untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
Maka jika masyarakat ingin mengkritik lewat media sosial harus paham ketentuan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa orang dapat dipidana bila membuat penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik, sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan.
Tidak hanya itu, menyebarkan informasi yang ditujukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu atas SARA.
Sementara itu Fadjroel menegaskan bahwa masyarakat yang mengkritik melalui unjuk rasa harus memahami UU Nomor 9 tahun 1998 Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum sehingga masyarakat yang sampaikan kritik tidak dipanggil polisi.
“Presiden Jokowi tegak lurus dengan konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku,” kata Fadroel.
Adapun hal ini disampaikan Fadjroel menanggapi ucapan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla yang mempertanyakan cara agar masyarakat bisa mengkritik namun tidak berujung dengan panggilan polisi.