3 Hektare Ladang Ganja di Pegunungan Torsipira Manuk Dimusnahkan Bareskrim Polri

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Ladang ganja seluas 3 hektare dimusnahkan oleh Direktorat Tindak Pidana (Dittipid) Narkoba Bareskrim Polri di Pegunungan Torsipira Manuk, Desa Pardomuan Hutatua, Kecamatan Panyabungan Timur, Kabupaten Madina, Sumatera Utara.

Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Holomoan Siregar mengatakan temuan tersebut berdasarkan pengembangan tangkapan penyelundupan ganja sebelumnya.

“Luas tiga hektare dengan 10 ribu tanaman ganja ukuran tinggi tiga meter, 1 meter, 60 sentimeter, dan 30 sentimeter,” ujar Krisno.

Dirinya menyebut, ladang ganja yang dimusnahkan merupakan milik tersangka M (43) yang merupakan pemasok, pengepul, dan pengendali peredaran ganja.

Bersama tersangka lainnya yakni AR (38) dan CR (29), mereka ditangkap pada Jumat, 4 Desember 2020 di perkebunan sawit Desa Pardamuan, Panyabung Timur, Mandailing Natal, Sumatera Utara. “Barang bukti tiga karung berisi 81 kilogram ganja,” katanya.

Rangkaian pengungkapan itu sendiri diawali saat petugas melakukan operasi pada Rabu 2 Desember 2020 di Jalan Trans Sumatera Bukittinggi-Padang Sidempuan. Polisi meringkus pengedar ganja berinisial FA (38) dan RA (37). Pelaku RA merupakan narapidana kasus narkoba Lapas Bukittinggi yang kabur pada 2018 lalu.

Saat penangkapan, keduanya berhasil melarikan diri dari petugas. Pengejaran pun dilakukan dan mereka kembali berhasil ditangkap pada Sabtu, 5 Desember 2020 di Kecamatan Guguk Panjang, Bukittinggi, Sumatera Barat.

“Barang bukti tujuh karung berisikan 204 kilogram ganja dan 1 unit mobil,” kata Krisno.

Untuk pemusnahan ladang ganja sendiri, ada sebanyak 100 personel gabungan yang dikerahkan. Adapun jarak tempuh ke lokasi yang terjal tersebut memerlukan waktu 3,5 jam dengan berjalan kaki.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini