Omnibus Law, Kunci Mencegah Gelombang PHK

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kehadiran Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan DPR RI awal pekan lalu diyakini dapat menangkal derasnya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat Revolusi Industri 4.0.

Menurut pakar Ketenagakerjaan Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Tadjuddin Noer Effendi, ia sudah terlibat dalam pembahasan RUU Ciptaker sejak 2018. Dirinya menilai, regulasi ini diperlukan karena berbagai pekerjaan manusia dalam perusahaan berpotensi digantikan oleh mesin.

Jika kondisinya demikian, ia tak menampik potensi besar akan terjadinya gelombang PHK, karena kurangnya tenaga kerja yang menguasasi teknologi informasi.

“Saat itu dikhawatirkan terjadi gelombang PHK karena banyak tenaga kerja kita belum punya literasi teknologi informasi (IT) dan digital,” kata Tadjuddin di Yogyakarta, Minggu 11 Oktober 2020.

Lebih lanjut ia menjelaskan, saat proses penyusunan RUU tersebut, tiba-tiba Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi pun merosot, dan gelombang PHK datang lebih awal, di luar prediksi.

Agar membantu para buruh yang terkena PHK akibat situasi ini, Tadjuddin menyebut pemerintah kemudian menyalurkan program BLT, subsidi gaji hingga Kartu Prakerja.

“Tapi tentu ini tidak bisa lama, kalau diteruskan seperti itu keuangan negara kita akan habis,” ujarnya.

Maka, menurut Tadjuddin, tak ada jalan lain kecuali mendatangkan investasi dalam jumlah besar untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Untuk mendatangkan investasi, UU Cipta Kerja yang sebelumnya masih dalam proses harus segera dirampungkan karena UU Ketenagakerjaan sudah tidak ramah investor.

Apabila UU Ketenagakerjan yang lama tetap dipakai, Tadjuddin meyakini tidak akan ada investor yang mau datang ke Indonesia. Jika demikian, pertumbuhan ekonomi di tengah situasi pandemi akan terus minus.

“Padahal untuk menciptakan peluang kerja, pertumbuhan ekonomi harus di atas 5 persen. Kalau pertumbuhan satu persen hanya bisa menciptakan 200 ribu peluang kerja per tahun, dan jika lima persen maka membuka peluang satu juta per tahun,” kata dia.

Namun, Tadjuddin menyayangkan banyak pihak yang tidak memahami secara menyeluruh mengenai substansi UU Cipta Kerja beserta tujuannya. Apalagi, penjelasan yang terlanjur beredar di masyarakat justru diwarnai disinformasi atau hoaks.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini