MATA INDONESIA, JAKARTA-Mungkin sebagian orang tak banyak tahu sejarah mengenai kehadiran kereta api di Indonesia. Keberadaan kereta api dulu bermula saat adanya kegiatan tanam paksa yang diberlakukan Van den Bosch pada tahun 1825-1830.
Ide tentang perkeretaapian Indonesia diajukan dengan tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari Sistem Tanam Paksa tersebut. Salah satu alasan yang mendukung adalah tidak optimalnya lagi penggunaan jalan raya pada masa itu. Akhirnya, pada 1840, Kolonel J.H.R. Carel Van der Wijck mengajukan proposal pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda.
Jalur kereta api pertama di Indonesia dibangun tahun 1867 di Semarang dengan rute Samarang-Tanggung yang berjarak 26 km oleh NISM, N.V. (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij) dengan lebar jalur 1.435 mm (lebar jalur SS – Staatsspoorwegen adalah 1.067 mm atau yang sekarang dipakai), atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang.
Pada masa itu, NIS memberlakukan harga tiket kereta yang bervariasi, yaitu mulai dari 0,45 gulden, 1,5 gulden, hingga 3 gulden sesuai dengan kelas yang dipesan.
Kemudian dalam melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1876 membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya. Semarang meskipun strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang dikirim ke Jakarta dan Surabaya.
Keberhasilan swasta, NIS membangun jalan KA antara Stasiun Samarang-Tanggung, yang kemudian pada 10 Februari 1870 dapat menghubungkan Kota Semarang-Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya.
Selain perkembangan jalur kereta api di Jawa, di Sumatera juga mulai dikembangkan. Rel kereta pertama kali di Sumatera Utara dibangun oleh Perusahaan Kereta Api Swasta Deli Spoorweg Maatschappij (DSM). Pada 1883, berhasil menghubungkan Medan dengan Labuan dengan jarak 21 kilometer. Jalur itu merupakan cikal bakal kereta api Medan-Belawan.
Sementara, di Sumatera Barat, pembangunan rel pertama kali adalah untuk akses pada jalur perkebunan. Jalur ini digunakan untuk mendistribusikan kopi dari daerah pedalaman ke pusat perdagangan di Padang.
Setelah untuk akses perkebunan, Pemerintah Hindia Belanda juga menambah jalur tambang di daerah Sawah Lunto. Namun, jalur ini akan menghabiskan biaya yang sangat besar untuk pembuatan sedikitnya 32 terowongan.
Sedangkan biaya yang disediakan oleh Pemerintah Hindia Belanda 5½ juta Gulden. Perkembangan kereta api di Sumatra Barat dapat dikatakan sejak pembangunan jalur kereta api oleh Perusahaan Kereta Api Negara Sumatra Staats Spoorwegen (SSS).
Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak-Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, kereta api yang dikuasai oleh Jepang akhirnya mulai direbut kembali oleh pihak Indonesia. Karyawan kereta api yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) yang mempelopori pengambil alih kekuasaan tersebut. Pada 28 September 1945, dibentuklah Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI).
Setelah itu, berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) tahun 1963. Pada era PNKA, ada operator lain seperti Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) yang masih independen sehingga kereta api di Indonesia hanya memiliki satu operator.
Setelah itu, pada 15 September 1971, PNKA berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Pada era PJKA, lokomotif listrik dan diesel masih didatangkan.
Terbukti, pada 1980-an kebanyakan masih menggunakan lokomotif listrik-diesel. Setelah 20 tahun, pada 2 Januari 1991 berubah lagi menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Perubahan kembali terjadi tahun 1999 menjadi PT Kereta Api (Persero). Pada 2010, PT Kereta Api berubah menjadi PT Kereta Api Indonesia (KAI). Industri perkeretaapian bertransformasi menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.