Transisi Energi Surya Wujudkan Swasembada Energi dan Kesempatan Kerja Baru

Baca Juga

Oleh: Muhammad Reza Wibisono )*

Indonesia saat ini berada pada momentum penting untuk mewujudkan kemandirian energi melalui pemanfaatan sumber daya terbarukan, khususnya energi surya. Transisi ini tidak hanya ditujukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, tetapi juga membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi hijau. Dengan potensi sinar matahari yang berlimpah, Indonesia memiliki modal strategis untuk menjadikan energi surya sebagai pilar utama kemandirian energi sekaligus sarana menciptakan lapangan kerja baru.

Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Ditjen (EBTKE) Kementerian ESDM, Andriyah Feby Misna, menyampaikan bahwa hingga semester I 2025 pemanfaatan PLTS atap telah mencapai 495 megawatt peak (MWp) dari sekitar 10.700 pelanggan PLN. Menurutnya, masih terdapat pipeline pengajuan PLTS atap yang belum terealisasi, sehingga peluang untuk mencapai target 1 gigawatt pada akhir 2025 masih terbuka lebar. Ia menekankan bahwa antusiasme masyarakat dan dunia usaha cukup tinggi, namun diperlukan dukungan regulasi, insentif fiskal, serta pembiayaan yang inklusif agar perkembangan energi surya dapat lebih optimal.

Andriyah menambahkan bahwa pemerintah terus menyempurnakan kebijakan guna mendorong percepatan realisasi energi surya. Langkah-langkah yang ditempuh meliputi penyederhanaan aturan, pemberian insentif, hingga penyediaan skema pembiayaan yang lebih terjangkau. Upaya ini diharapkan mampu memperluas partisipasi masyarakat, mulai dari rumah tangga, UMKM, hingga sektor industri besar.

Penasihat Khusus Presiden Bidang Energi, Prof. Purnomo Yusgiantoro, menyampaikan bahwa potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 3.600 gigawatt (GW), dengan sekitar 1.700 GW di antaranya bersumber dari tenaga surya. Menurutnya, energi surya merupakan tulang punggung dalam upaya mencapai net zero emission sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional. Ditegaskannyabahwa pemanfaatan energi bersih tidak hanya menjadi wacana, melainkan agenda strategis yang mampu mengurangi ketergantungan impor energi serta memperkuat posisi Indonesia di kancah energi global.

Purnomo juga menekankan bahwa keberhasilan transisi energi membutuhkan konsistensi kebijakan dan sinergi lintas sektor. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, akademisi, serta masyarakat menjadi faktor penting agar pengembangan energi surya dapat berkelanjutan. Menurutnya, stabilitas regulasi merupakan syarat utama agar Indonesia mampu tampil sebagai pusat energi hijau di kawasan Asia Tenggara.

Direktur Strategi dan Tata Kelola Hilirisasi Kementerian Investasi/BKPM, Ahmad Faisal Suralaga, menyampaikan bahwa peluang investasi di sektor energi surya masih sangat luas. Dari keseluruhan potensi energi terbarukan, tenaga surya menjadi komponen terbesar sekaligus paling menjanjikan untuk dikembangkan secara cepat. Menurutnya, dengan dukungan regulasi dan keterlibatan investor, pembangunan infrastruktur PLTS dapat dipercepat, tidak hanya untuk penyediaan listrik, tetapi juga sebagai pendorong terciptanya lapangan kerja baru di berbagai daerah.

Ahmad juga menegaskan bahwa investasi energi surya membawa multiplier effectyang signifikan. Dampaknya mencakup tumbuhnya industri pendukung, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, hingga berkembangnya wilayah-wilayah baru sebagai pusat ekonomi berbasis energi hijau. Ia menekankan bahwa momentum ini harus dimanfaatkan agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, melainkan juga produsen serta pelaku utama dalam rantai nilai energi bersih dunia.

Dampak positif transisi energi surya terhadap penciptaan lapangan kerja kini mulai terlihat nyata. Mulai dari industri panel surya, rantai pasok logistik, instalasi, hingga layanan pemeliharaan, kebutuhan tenaga kerja terus meningkat. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah untuk membangun ekosistem ekonomi hijau berbasis energi bersih yang ramah lingkungan sekaligus memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat.

Selain itu, pemanfaatan PLTS juga memperkuat pemerataan energi di wilayah terpencil. Pergantian dari genset berbahan bakar minyak ke pembangkit tenaga surya memungkinkan masyarakat desa menikmati listrik yang lebih murah, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Kondisi ini menjadi bukti nyata bahwa energi surya tidak hanya dinikmati masyarakat perkotaan, melainkan juga menghadirkan keadilan energi hingga ke pelosok negeri.

Di sisi lain, sektor swasta semakin aktif mengadopsi PLTS sebagai bagian dari strategi keberlanjutan. Implementasi PLTS di kawasan industri dan pertambangan memperlihatkan bahwa energi bersih dapat mendukung produktivitas sekaligus menekan jejak karbon. Kolaborasi erat antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci dalam memperluas adopsi energi surya secara nasional.

Transisi energi surya juga membuka peluang strategis di tingkat internasional. Dengan cadangan potensi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi eksportir teknologi energi bersih serta tenaga kerja terampil di bidang energi terbarukan. Hal ini tidak hanya memperkuat peran Indonesia secara regional, tetapi juga membuka pasar baru di tengah persaingan global menuju ekonomi hijau.

Kesadaran publik terhadap pentingnya energi surya pun terus meningkat. Kampanye pemerintah, edukasi melalui proyek percontohan, serta pemberitaan positif di media berperan besar dalam mendorong partisipasi masyarakat. Dengan semakin tingginya kesadaran ini, transisi energi tidak hanya menjadi agenda pemerintah, tetapi juga gerakan kolektif seluruh elemen bangsa.

Pada akhirnya, transisi energi surya merupakan wujud nyata komitmen Indonesia untuk mandiri energi sekaligus membuka kesempatan kerja baru. Dengan dukungan penuh dari pemerintah, investor, dan masyarakat, energi surya dapat menjadi tonggak sejarah perjalanan bangsa menuju kemandirian energi. Transformasi ini tidak hanya menjawab tantangan masa kini, tetapi juga menghadirkan warisan berharga berupa lingkungan yang lebih bersih dan ekonomi yang lebih tangguh bagi generasi mendatang.

)* Penulis Merupakan Pengamat Kebijakan Publik

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Bergerak Menyeluruh, Pemulihan Daerah Bencana di Sumatera Terus Dipercepat

Oleh : Kurnia Efendi )* Pemerintah dan negara telah menunjukkan respons yang sangat cepat, terukur danjuga menyeluruh dalam menangani dampak dari terjadinya bencana banjir dan tanahlongsor yang melanda Aceh pada akhir tahun 2025.  Beragam langkah tersebut menunjukkan dengan sangat nyata bagaimanapemerintah bergerak aktif dalam memastikan upaya pemulihan pascabencanaberjalan dengan konsisten, tidak terputus, dan mampu menjangkau seluruh wilayahterdampak.  Di tengah tantangan geografis yang ada, dan bagaimana kerusakan infrastrukturyang terjadi secara luas di sana, penguatan solidaritas nasional juga turut menjadifondasi utama agar masyarakat Aceh tidak menghadapi masa sulit tersebut dengansendirian. Presiden Prabowo Subianto kembali hadir secara langsung ke tempat bencana dansudah menempatkan pemulihan daerah bencana sebagai prioritas. Bukti nyata darikehadiran langsung Kepala Negara tersebut menjadikan pemerintah memusatkanperhatian pada pembukaan kembali akses jalan dan jembatan strategis yang terputus akibat banjir bandang dan longsor.  Ruas-ruas vital, salah satunya di Aceh seperti Bireuen–Takengon dipulihkan secarabertahap oleh pemerintah agar distribusi logistik, layanan kesehatan, dan mobilitaswarga kembali dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya. Pendekatan tersebutmenunjukkan orientasi pemerintah pada pemulihan fungsi dasar wilayah sebagaiprasyarat bangkitnya aktivitas sosial dan ekonomi. Selain infrastruktur, pemerintah memastikan jaminan kebutuhan pokok masyarakatterdampak tetap terjaga. Ketersediaan pangan di pengungsian dipantau secaraketat, dengan suplai yang disiapkan dari berbagai daerah lain untuk mengantisipasigangguan distribusi lokal.  Langkah tersebut memperlihatkan bahwa pemulihan tidak semata berfokus padapembangunan fisik, tetapi juga pada perlindungan kehidupan sehari-hari wargaselama masa transisi. Pemerintah juga mengambil kebijakan penyesuaian terhadapkewajiban ekonomi masyarakat terdampak, khususnya petani dan pelaku usahakecil, agar beban pascabencana tidak berlipat. Pemulihan hunian menjadi agenda penting berikutnya. Pemerintah merencanakanpembangunan sekitar seribu unit hunian tetap bagi warga yang kehilangan tempattinggal, dengan penahapan yang disesuaikan kondisi lapangan.  Kabupaten Aceh Tamiang menjadi fokus awal karena tingkat kerusakan yang signifikan. Perencanaan hunian tersebut mempertimbangkan aspek keselamatan, akses terhadap mata pencaharian, serta kedekatan dengan komunitas asal, sehingga relokasi tidak memutus ikatan sosial warga. Pemerintah juga menyiapkanhunian sementara agar pengungsi dapat segera keluar dari kondisi darurat menujutempat tinggal yang lebih layak. Penguatan solidaritas nasional terlihat nyata melalui keterlibatan berbagai elemenbangsa. Puluhan lembaga kemanusiaan mengerahkan ribuan relawan untukmembantu evakuasi, distribusi logistik, dan layanan sosial di lapangan.  Pemerintah daerah dari luar Aceh turut menyalurkan bantuan sebagai wujudkepedulian antarwilayah, baik dalam bentuk dana, logistik, maupun dukungan teknis. Keterlibatan sektor swasta dan yayasan sosial memperkuat kapasitas negara dalammenjangkau kebutuhan masyarakat terdampak secara lebih luas dan cepat. Aspek transparansi dan integritas menjadi perhatian penting dalam keseluruhanproses pemulihan. Pemerintah menegaskan pengawasan ketat terhadap penyaluranbantuan dan penggunaan anggaran agar tepat sasaran serta bebas daripenyelewengan.  Pendekatan tersebut penting untuk menjaga kepercayaan publik sekaligusmemastikan bahwa setiap dukungan benar-benar dirasakan manfaatnya olehmasyarakat. Komunikasi dengan lembaga internasional juga dilakukan untukmemperkuat dukungan rehabilitasi jangka panjang, terutama pada sektorpendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak, tanpa mengurangi kendali nasionalatas proses pemulihan. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan skala dampak yang luas, dengan lebih dari seratus ribu unit rumah mengalami kerusakan di 18 kabupaten dan kota di Aceh. Kepala Pusat Data, Informasi, dan KomunikasiKebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menjelaskan bahwa pendataan kerusakan terusdiperbarui sebagai dasar perencanaan lanjutan.  Pemerintah menggunakan data tersebut untuk menentukan skema pembangunanhunian, baik perbaikan di lokasi semula bagi rumah rusak ringan maupun relokasi kekawasan yang lebih aman bagi rumah rusak berat dan hilang. Pendekatan berbasisdata tersebut menjadi kunci agar pemulihan tidak bersifat sementara, tetapiberkelanjutan dan berorientasi mitigasi. Pemulihan Aceh juga berjalan seiring dengan penanganan bencana di provinsiSumatera lain yang terdampak. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur danPembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyampaikan bahwapemerintah mengerahkan alat berat untuk membuka kembali puluhan ruas jalan danjembatan yang tertutup longsor.  Fokus utama diarahkan pada penyambungan jalur utama secara temporer agar logistik dan bantuan medis dapat menjangkau wilayah terisolasi. Sambil melakukanperbaikan sementara, pemerintah merancang pembangunan permanen yang lebihtahan bencana sebagai investasi jangka panjang. Pendekatan paralel antara tanggap darurat dan pemulihan infrastruktur dasarmenunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempercepat fase rehabilitasi danrekonstruksi. Evakuasi korban, layanan kesehatan, dan penyediaan logistik tetapmenjadi prioritas, namun aksesibilitas wilayah tidak menunggu hingga kondisisepenuhnya pulih. Strategi tersebut memungkinkan aktivitas sosial dan ekonomiberangsur kembali, sekaligus mempercepat pemulihan psikologis masyarakat. Seluruh rangkaian langkah tersebut menegaskan bahwa solidaritas nasional bukansekadar slogan. Pemerintah memastikan kehadiran nyata melalui kebijakan, sumberdaya, dan kerja lintas sektor yang terkoordinasi.  Pemulihan Aceh bergerak maju dengan pendekatan menyeluruh, dari pangandan hunian hingga infrastruktur dan mitigasi. Dengan fondasi tersebut, proses bangkitnya Aceh tidak hanya ditujukan untuk kembali seperti semula, tetapiuntuk menjadi wilayah yang lebih kuat, aman, dan tangguh menghadapitantangan di masa depan. (*) )* Penulis adalah Pengamat Kebencanaan
- Advertisement -

Baca berita yang ini