Indonesia Jaga Daya Saing Ekspor Hadapi Tarif 19 Persen dari Trump

Baca Juga

Oleh : Andhika Utama

Pemerintah Indonesia menyambut dengan optimisme keputusan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump yang akhirnya menetapkan tarif impor sebesar 19 persen atas sejumlah produk ekspor unggulan dari Indonesia. Keputusan ini datang setelah ketegangan diplomatik beberapa bulan terakhir, menyusul ancaman Trump untuk mengenakan tarif hingga 32 persen bagi komoditas Indonesia. 

Di tengah situasi global yang semakin proteksionis, langkah diplomasi ekonomi yang ditempuh pemerintah dinilai berhasil mengamankan kepentingan nasional. Kantor Komunikasi Presiden (PCO) menilai hasil ini sebagai capaian strategis yang membuktikan kemampuan Indonesia menjaga daya saing produk ekspor, meski dihadapkan pada tekanan eksternal yang tidak ringan.

Tarif 19 persen ini berlaku untuk sejumlah produk utama ekspor Indonesia, termasuk alas kaki, minyak sawit (CPO), elektronik ringan, suku cadang otomotif, hingga beberapa hasil pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Dalam perundingan terakhir yang digelar di Washington pada awal Juli lalu, delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berhasil menegosiasikan penurunan signifikan dari angka awal yang diajukan AS. Keberhasilan itu tidak terlepas dari komitmen strategis Indonesia untuk membuka akses pasar bagi produk-produk Amerika Serikat, termasuk pembelian pesawat Boeing, produk pertanian seperti gandum dan kedelai, serta kesediaan memperlonggar sejumlah hambatan perdagangan nontarif. 

PCO melalui Kepala Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, menyampaikan bahwa Indonesia mampu menghindari tarif maksimum dengan tetap menjaga posisi tawar sebagai negara berkembang yang memiliki peran penting dalam rantai pasok global. Dalam pernyataannya kepada media, Nasbi mengatakan bahwa tarif 19 persen ini masih dalam rentang yang memungkinkan produk-produk Indonesia tetap kompetitif di pasar AS, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang dikenakan tarif lebih tinggi. PCO menekankan bahwa keberhasilan ini adalah hasil dari diplomasi cerdas dan koordinasi lintas kementerian yang terukur serta berbasis pada data ekonomi yang kuat.

Meski hasil diplomasi dinilai positif, pemerintah juga mewaspadai dinamika jangka panjang yang memerlukan antisipasi kebijakan lanjutan. Muhammad Zulfikar Rakhmat, peneliti ekonomi dari CELIOS, mengingatkan bahwa pemberian akses bebas tarif terhadap hampir semua produk AS ke pasar Indonesia dapat menimbulkan tekanan serius terhadap industri domestik, khususnya sektor pertanian dan manufaktur ringan.

Pemerintah terus memantau potensi dampak harga dari masuknya produk-produk pertanian AS agar petani lokal tetap terlindungi. Menurut Zulfikar, pemerintah perlu menyiapkan mekanisme perlindungan yang tegas agar dampak dari pembanjiran produk impor ini tidak mengganggu stabilitas sosial-ekonomi masyarakat pedesaan.

Kekhawatiran serupa disampaikan oleh akademisi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, yang menilai perlunya kehati-hatian agar kerja sama dagang tidak meningkatkan ketergantungan impor, sehingga penting bagi pemerintah menjaga keseimbangan kepentingan nasional. Sebagian pengamat menilai bahwa insentif dagang dari AS perlu diimbangi dengan posisi negosiasi yang kuat agar saling menguntungkan. Menurutnya, yang terpenting sekarang adalah memastikan bahwa perjanjian lanjutan atau pernyataan bersama (joint statement) yang sedang disusun pemerintah, benar-benar mengikat secara hukum dan memberikan kepastian teknis dalam implementasi aturan tarif serta aturan asal barang (rules of origin).

Di sisi lain, analis industri menyebut bahwa keputusan ini membuka ruang bagi Indonesia untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi. Tarif 19 persen menjadi tantangan untuk melakukan transformasi pada struktur ekspor, dari sekadar komoditas mentah menjadi produk bernilai tambah tinggi. Pemerintah pun disebut tengah menyiapkan insentif pajak dan kemudahan investasi di kawasan industri strategis agar pelaku usaha nasional dapat beradaptasi dengan tuntutan pasar global yang baru. 

Dampak jangka pendek dari kebijakan ini juga terlihat di pasar keuangan. Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,25 persen untuk menjaga likuiditas dan mendorong aktivitas sektor riil. Meski inflasi tercatat stabil di angka 3,2 persen, para ekonom memperingatkan kemungkinan tekanan harga jika impor barang konsumsi dari AS meningkat secara drastis. Apalagi, nilai tukar rupiah sempat melemah ke level Rp16.400 per dolar AS sebelum kemudian menguat kembali seiring masuknya arus portofolio asing ke pasar obligasi pemerintah.

Dalam situasi yang penuh dinamika ini, langkah PCO untuk tetap menjaga narasi optimistis menjadi penting guna memelihara kepercayaan publik dan dunia usaha. Namun, optimisme itu harus dibarengi dengan langkah konkret berupa perlindungan industri lokal, penyusunan kebijakan tarif balasan yang cermat, serta komunikasi publik yang transparan. Pemerintah juga didorong untuk membuka ruang dialog dengan pelaku usaha, asosiasi petani, serta serikat pekerja agar transisi menuju fase perdagangan baru ini tidak menimbulkan gejolak sosial.

Kesepakatan dagang dengan AS merupakan langkah besar yang penuh risiko sekaligus peluang. Kesepakatan ini adalah bagian dari langkah strategis yang menuntut pengelolaan dampak ekonomi-politik secara hati-hati demi hasil maksimal bagi rakyat. Kini tantangan terbesar ada pada bagaimana pemerintah mengelola dampak domestiknya, menegosiasikan implementasi teknis yang adil, serta memastikan bahwa kesepakatan ini benar-benar menguntungkan rakyat Indonesia dalam jangka panjang.

)* Pengamat Isu Strategis

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Bergerak Menyeluruh, Pemulihan Daerah Bencana di Sumatera Terus Dipercepat

Oleh : Kurnia Efendi )* Pemerintah dan negara telah menunjukkan respons yang sangat cepat, terukur danjuga menyeluruh dalam menangani dampak dari terjadinya bencana banjir dan tanahlongsor yang melanda Aceh pada akhir tahun 2025.  Beragam langkah tersebut menunjukkan dengan sangat nyata bagaimanapemerintah bergerak aktif dalam memastikan upaya pemulihan pascabencanaberjalan dengan konsisten, tidak terputus, dan mampu menjangkau seluruh wilayahterdampak.  Di tengah tantangan geografis yang ada, dan bagaimana kerusakan infrastrukturyang terjadi secara luas di sana, penguatan solidaritas nasional juga turut menjadifondasi utama agar masyarakat Aceh tidak menghadapi masa sulit tersebut dengansendirian. Presiden Prabowo Subianto kembali hadir secara langsung ke tempat bencana dansudah menempatkan pemulihan daerah bencana sebagai prioritas. Bukti nyata darikehadiran langsung Kepala Negara tersebut menjadikan pemerintah memusatkanperhatian pada pembukaan kembali akses jalan dan jembatan strategis yang terputus akibat banjir bandang dan longsor.  Ruas-ruas vital, salah satunya di Aceh seperti Bireuen–Takengon dipulihkan secarabertahap oleh pemerintah agar distribusi logistik, layanan kesehatan, dan mobilitaswarga kembali dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya. Pendekatan tersebutmenunjukkan orientasi pemerintah pada pemulihan fungsi dasar wilayah sebagaiprasyarat bangkitnya aktivitas sosial dan ekonomi. Selain infrastruktur, pemerintah memastikan jaminan kebutuhan pokok masyarakatterdampak tetap terjaga. Ketersediaan pangan di pengungsian dipantau secaraketat, dengan suplai yang disiapkan dari berbagai daerah lain untuk mengantisipasigangguan distribusi lokal.  Langkah tersebut memperlihatkan bahwa pemulihan tidak semata berfokus padapembangunan fisik, tetapi juga pada perlindungan kehidupan sehari-hari wargaselama masa transisi. Pemerintah juga mengambil kebijakan penyesuaian terhadapkewajiban ekonomi masyarakat terdampak, khususnya petani dan pelaku usahakecil, agar beban pascabencana tidak berlipat. Pemulihan hunian menjadi agenda penting berikutnya. Pemerintah merencanakanpembangunan sekitar seribu unit hunian tetap bagi warga yang kehilangan tempattinggal, dengan penahapan yang disesuaikan kondisi lapangan.  Kabupaten Aceh Tamiang menjadi fokus awal karena tingkat kerusakan yang signifikan. Perencanaan hunian tersebut mempertimbangkan aspek keselamatan, akses terhadap mata pencaharian, serta kedekatan dengan komunitas asal, sehingga relokasi tidak memutus ikatan sosial warga. Pemerintah juga menyiapkanhunian sementara agar pengungsi dapat segera keluar dari kondisi darurat menujutempat tinggal yang lebih layak. Penguatan solidaritas nasional terlihat nyata melalui keterlibatan berbagai elemenbangsa. Puluhan lembaga kemanusiaan mengerahkan ribuan relawan untukmembantu evakuasi, distribusi logistik, dan layanan sosial di lapangan.  Pemerintah daerah dari luar Aceh turut menyalurkan bantuan sebagai wujudkepedulian antarwilayah, baik dalam bentuk dana, logistik, maupun dukungan teknis. Keterlibatan sektor swasta dan yayasan sosial memperkuat kapasitas negara dalammenjangkau kebutuhan masyarakat terdampak secara lebih luas dan cepat. Aspek transparansi dan integritas menjadi perhatian penting dalam keseluruhanproses pemulihan. Pemerintah menegaskan pengawasan ketat terhadap penyaluranbantuan dan penggunaan anggaran agar tepat sasaran serta bebas daripenyelewengan.  Pendekatan tersebut penting untuk menjaga kepercayaan publik sekaligusmemastikan bahwa setiap dukungan benar-benar dirasakan manfaatnya olehmasyarakat. Komunikasi dengan lembaga internasional juga dilakukan untukmemperkuat dukungan rehabilitasi jangka panjang, terutama pada sektorpendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak, tanpa mengurangi kendali nasionalatas proses pemulihan. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan skala dampak yang luas, dengan lebih dari seratus ribu unit rumah mengalami kerusakan di 18 kabupaten dan kota di Aceh. Kepala Pusat Data, Informasi, dan KomunikasiKebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menjelaskan bahwa pendataan kerusakan terusdiperbarui sebagai dasar perencanaan lanjutan.  Pemerintah menggunakan data tersebut untuk menentukan skema pembangunanhunian, baik perbaikan di lokasi semula bagi rumah rusak ringan maupun relokasi kekawasan yang lebih aman bagi rumah rusak berat dan hilang. Pendekatan berbasisdata tersebut menjadi kunci agar pemulihan tidak bersifat sementara, tetapiberkelanjutan dan berorientasi mitigasi. Pemulihan Aceh juga berjalan seiring dengan penanganan bencana di provinsiSumatera lain yang terdampak. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur danPembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyampaikan bahwapemerintah mengerahkan alat berat untuk membuka kembali puluhan ruas jalan danjembatan yang tertutup longsor.  Fokus utama diarahkan pada penyambungan jalur utama secara temporer agar logistik dan bantuan medis dapat menjangkau wilayah terisolasi. Sambil melakukanperbaikan sementara, pemerintah merancang pembangunan permanen yang lebihtahan bencana sebagai investasi jangka panjang. Pendekatan paralel antara tanggap darurat dan pemulihan infrastruktur dasarmenunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempercepat fase rehabilitasi danrekonstruksi. Evakuasi korban, layanan kesehatan, dan penyediaan logistik tetapmenjadi prioritas, namun aksesibilitas wilayah tidak menunggu hingga kondisisepenuhnya pulih. Strategi tersebut memungkinkan aktivitas sosial dan ekonomiberangsur kembali, sekaligus mempercepat pemulihan psikologis masyarakat. Seluruh rangkaian langkah tersebut menegaskan bahwa solidaritas nasional bukansekadar slogan. Pemerintah memastikan kehadiran nyata melalui kebijakan, sumberdaya, dan kerja lintas sektor yang terkoordinasi.  Pemulihan Aceh bergerak maju dengan pendekatan menyeluruh, dari pangandan hunian hingga infrastruktur dan mitigasi. Dengan fondasi tersebut, proses bangkitnya Aceh tidak hanya ditujukan untuk kembali seperti semula, tetapiuntuk menjadi wilayah yang lebih kuat, aman, dan tangguh menghadapitantangan di masa depan. (*) )* Penulis adalah Pengamat Kebencanaan
- Advertisement -

Baca berita yang ini