Tugas Satgas PHK Diatur Dalam Inpres, Pastikan Lindungi Kelompok Pekerja

Baca Juga

Oleh: Farhan Farisan )*

Pemerintah mengambil langkah progresif dalam menghadapi lonjakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK, sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) terbaru. Satgas ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kelompok pekerja yang menjadi pihak paling rentan dalam dinamika ketenagakerjaan saat ini.

Langkah ini disambut baik oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, yang menyebut bahwa pembentukan Satgas PHK merupakan hasil dari dialog aktif antara serikat pekerja dan pemerintah. Usulan pembentukan Satgas ini sebelumnya disampaikan dalam Sarasehan Nasional yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan ketenagakerjaan.

Menurut Said Iqbal, Satgas PHK bukan merupakan lembaga permanen, melainkan tim ad-hoc yang akan bekerja sesuai kebutuhan dan situasi. Struktur Satgas terdiri dari dua komite utama: Komite Pengarah dan Komite Pelaksana. Kedua komite ini memiliki tugas dan fungsi strategis dalam merespons potensi PHK secara nasional.

Komite Pengarah diusulkan diisi oleh unsur pemerintah, seperti para menteri terkait, pimpinan DPR, dan Kapolri. Mereka bertugas untuk menentukan kebijakan umum dan arah kerja Satgas. Sedangkan Komite Pelaksana terdiri dari unsur serikat buruh, pengusaha (Kadin dan APINDO), akademisi, dan BPJS Ketenagakerjaan. Komposisi ini dianggap mewakili seluruh pihak terkait dalam isu PHK.

Said menekankan bahwa pelibatan Kapolri dalam Satgas PHK sangat penting. Hal ini berkaitan dengan keberadaan Desk Pidana Ketenagakerjaan di tingkat pusat hingga Polres, yang bisa menangani kasus PHK yang melibatkan unsur pidana seperti penggelapan pesangon atau penipuan kontrak kerja.

Dalam pembentukan Satgas, KSPI juga mengusulkan pelibatan aktif BPJS Ketenagakerjaan, terutama terkait program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Menurut Iqbal, program ini belum berjalan optimal karena adanya syarat yang terlalu ketat dan menyulitkan buruh yang terkena PHK.

Pihaknya menegaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan perlindungan finansial selama enam bulan kepada pekerja yang kehilangan pekerjaan. Bantuan yang diberikan sebesar 60% dari gaji terakhir, dengan batas maksimal lima juta rupiah per bulan. Ini merupakan implementasi nyata dari janji Presiden Prabowo untuk melindungi pekerja.

Di samping itu, Satgas PHK juga memiliki tugas strategis lain, yaitu melakukan pemetaan wilayah dan sektor industri yang berpotensi terdampak oleh dinamika ekonomi global, termasuk dampak kebijakan tarif ekspor dari negara-negara mitra dagang seperti Amerika Serikat.

Pemetaan ini akan menghasilkan klasifikasi perusahaan dalam tiga kategori: perusahaan yang terdampak tetapi tidak melakukan PHK, perusahaan yang melakukan efisiensi sebagian, dan perusahaan yang melakukan PHK massal. Dari data ini, pemerintah bisa merancang kebijakan atau stimulus yang sesuai dengan kondisi tiap sektor.

Langkah preventif ini sangat penting untuk memastikan bahwa PHK bukan menjadi solusi utama perusahaan dalam menghadapi tekanan ekonomi. Pemerintah diharapkan mampu memberikan insentif fiskal, kemudahan akses pinjaman, atau bantuan operasional lainnya agar perusahaan bisa bertahan tanpa mengorbankan pekerjanya.

Selain itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Prof. Rossanto Dwi Handoyo, mengatakan bahwa pembentukan Satgas PHK merupakan langkah baik pemerintah. Menurutnya, PHK seharusnya menjadi pilihan terakhir karena dampaknya tidak hanya pada individu, tetapi juga pada stabilitas ekonomi dan sosial nasional.

Pihaknya menekankan bahwa pengangguran yang tinggi akibat PHK bisa menimbulkan masalah baru seperti kriminalitas, tekanan mental, hingga kerusuhan sosial. Oleh karena itu, Satgas PHK memiliki peran penting dalam menjaga harmoni di tengah tantangan ekonomi global yang semakin kompleks.

Rossanto juga menyarankan agar pemerintah mendengarkan suara para pelaku usaha, khususnya eksportir, yang selama ini mengalami tekanan dari berbagai kebijakan luar negeri. Langkah-langkah mitigasi dari sisi pemerintah bisa memperkecil potensi terjadinya PHK massal di sektor-sektor tertentu.

Selain itu, masyarakat juga memiliki peran dalam menghadapi situasi ini. Mengajak masyarakat untuk lebih memilih produk-produk lokal guna mendukung keberlangsungan industri dalam negeri. Konsumsi yang bijak dapat membantu menjaga keseimbangan antara permintaan dan produksi.

Dalam konteks ini, Satgas PHK juga diharapkan aktif menyampaikan edukasi dan sosialisasi kepada publik terkait pentingnya menjaga keberlangsungan lapangan kerja. Kolaborasi antara pemerintah, pekerja, pengusaha, dan masyarakat umum sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas ketenagakerjaan nasional.

Melalui pendekatan yang kolaboratif dan berbasis data, Satgas PHK bisa menjadi instrumen penting dalam mencegah krisis ketenagakerjaan yang lebih luas. Pemerintah tidak hanya diminta bertindak cepat, tetapi juga harus cermat dan sensitif terhadap kebutuhan tiap kelompok pekerja.

Instruksi Presiden terkait pembentukan Satgas PHK menunjukkan komitmen negara dalam melindungi pekerja. Namun, efektivitasnya akan sangat ditentukan oleh koordinasi antarlembaga dan keterbukaan terhadap masukan dari seluruh pemangku kepentingan.

Ke depan, peran Satgas PHK tidak hanya menjadi garda terdepan penanganan PHK, tetapi juga bisa berfungsi sebagai pusat data, analisis, dan rekomendasi kebijakan ketenagakerjaan. Keterlibatan aktif akademisi dan institusi riset dalam komite pelaksana akan memperkuat legitimasi dan akurasi langkah-langkah yang diambil.

Dengan adanya Satgas PHK, diharapkan buruh tidak lagi merasa sendirian menghadapi ancaman kehilangan pekerjaan. Negara hadir dengan solusi dan mekanisme yang jelas untuk menjamin hak serta masa depan pekerja Indonesia.

)* Penulis adalah mahasiswa asal Bandung tinggal di Jakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Hilirisasi Buka Lapangan Pekerjaan dan Arah Ekonomi

Oleh: Winna Nartya *) Dalam perdebatan publik, hilirisasi kerap direduksi menjadi larangan ekspor bahan mentahatau pembangunan smelter. Padahal, substansi kebijakan ini jauh melampaui industri berat. Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menekankan bahwa hilirisasiadalah soal penciptaan nilai tambah yang berkelanjutan, kemandirian ekonomi, danpembukaan lapangan kerja, serta penentuan arah masa depan bangsa. Ia melihat, daripengalamannya di dunia usaha dan kini di ranah kebijakan, bahwa hilirisasi hanya akanbertahan bila ekosistem investasinya sehat dan ada keberpihakan pada pelaku lokal. Karenaitu, ia menilai sekadar mendirikan pabrik tidak cukup; pertanyaan kuncinya adalah siapa yang menikmati nilai tambahnya dan bagaimana rantai pasoknya melibatkan anak bangsa secaraaktif. Dalam pandangannya, hilirisasi mesti membuka pekerjaan lokal, mengikutsertakan UKM, dan menaikkan kelas pengusaha Indonesia melalui kemitraan yang nyata. Di ranah kebijakan, Sona Maesana menjelaskan pemerintah mendorong integrasi antarapelaku lokal dan asing, memberi insentif bagi investor yang membina industri lokal, sertamenata regulasi yang transparan agar tumpang tindih perizinan berkurang. Ia juga menilaikecepatan dan kepastian perizinan lebih penting daripada angka komitmen investasi di ataskertas, karena tanpa eksekusi yang jelas, angka hanyalah janji. Sebagai jembatan antarabahasa investor dan bahasa pemerintah, ia mendorong cara pandang baru: bukan sekadar“menjual proyek”, melainkan menumbuhkan kepercayaan jangka panjang. Ia pun mengingatkan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada mineral dan logam; sektor digital, pertanian, farmasi, hingga ekonomi kreatif perlu masuk orbit hilirisasi melalui keterhubunganstartup kesehatan dengan BUMN farmasi, petani dengan pembeli industri lewat platform lokal, serta skema yang mengkomersialisasikan inovasi kampus.  Di tingkat kelembagaan, peta jalan hilirisasi diperkuat oleh kolaborasi antarpemerintah, industri, dan kampus. Himpunan Kawasan Industri (HKI) menandatangani nota kesepahamandengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan perwujudan AstaCita untuk mendorong kemandirian ekonomi, memperkuat keberlanjutan, dan mempercepatinovasi teknologi sebagai pilar pertumbuhan. Ia menegaskan peran HKI sebagai penghubungsektor industri, pendidikan, dan pemerintah untuk melahirkan daya saing berbasispengetahuan dan inovasi. Ruang lingkupnya meliputi penyelarasan kurikulum dengankebutuhan industri, kolaborasi riset untuk mempercepat hilirisasi dan menarik investasi, sertapeningkatan daya saing melalui pembentukan SDM industri yang unggul. Contoh konkret hilirisasi yang langsung menyentuh pasar tenaga kerja tampak di Aceh. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, menyerukan penghentianekspor karet mentah karena pabrik pengolahan di Aceh Barat, yaitu PT Potensi Bumi Sakti, siap beroperasi menampung seluruh produksi lokal. Ia menilai pengolahan di dalam daerahpenting untuk mendorong hilirisasi, membuka lapangan kerja, dan menaikkan kesejahteraan. Pabrik yang berdiri di lahan 25 hektare itu memiliki kemampuan mengolah 2.500 ton karetkering per bulan, dan pemerintah daerah menilai stabilitas serta keamanan investasi harusdijaga agar manfaatnya langsung dirasakan rakyat Aceh. Di klaster pangan–petrokimia, hilirisasi juga dikuatkan melalui kemitraan strategis. DirekturUtama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa perusahaanmemperluas kerja sama dengan Petronas Chemicals Group Berhad untuk memperkuatketahanan pangan regional sekaligus mendorong hilirisasi pupuk dan petrokimia di Indonesia. Kolaborasi ini mencakup penjajakan sinergi pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, serta penguatan tata kelola Kesehatan, Keselamatan, danLingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE).  Jika ditautkan, tiga simpul di atas, yakni kebijakan investasi yang berpihak pada pelaku lokal, penguatan link–match kampus–industri, dan proyek pengolahan komoditas serta petrokimia, menggambarkan logika hilirisasi yang lengkap. Lapangan kerja tidak hanya muncul di pabrikutama, melainkan juga pada efek pengganda: logistik bahan baku, jasa pemeliharaan mesin, kemasan, transportasi, layanan digital rantai pasok, hingga jasa keuangan dan asuransi. Dengan kurikulum yang diselaraskan, talenta lokal tidak sekadar menjadi tenaga operasional, melainkan juga teknisi, analis proses, dan manajer rantai pasok....
- Advertisement -

Baca berita yang ini