JAKARTA — Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Kebijakan tersebut dirancang khusus untuk barang-barang mewah, dengan tujuan menciptakan pemerataan ekonomi dan meningkatkan penerimaan negara tanpa memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah.
Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Ekonomi dan Keuangan, Adies Kadir, menjelaskan bahwa kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang-barang mewah yang umumnya dikonsumsi oleh kalangan atas.
Barang kebutuhan pokok, layanan sosial, pendidikan, kesehatan, produk UMKM, serta pertanian tetap dikecualikan.
“Kelompok konsumen barang mewah, yang sebagian besar berasal dari kalangan atas, memiliki daya beli sangat tinggi. Dengan demikian, mereka dapat berkontribusi lebih besar terhadap negara,” ujar Adies.
Ia menambahkan bahwa kebijakan tersebut dirancang untuk menciptakan distribusi pendapatan yang lebih adil.
“Pajak konsumsi seperti ini memastikan bahwa mereka yang mendapatkan fasilitas lebih banyak juga memberikan kontribusi lebih besar. Pajak tersebut nantinya digunakan untuk mendanai program sosial yang bermanfaat bagi masyarakat kurang mampu,” jelasnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa kenaikan PPN ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang telah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Langkah ini tidak hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri,” katanya.
Airlangga juga menyoroti bahwa sektor pangan dan kebutuhan pokok akan tetap dilindungi.
Dalam pernyataan resminya, Kemenko Perekonomian menyebut kebijakan ini didukung dengan berbagai alat pendukung untuk memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa penerapan kebijakan tersebut tidak akan ditunda meskipun menuai kritik.
“Kebijakan ini adalah mandat Undang-Undang. Penerapannya dilakukan dengan penjelasan yang baik untuk menjaga kesehatan APBN,” ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, PPN merupakan instrumen utama dalam mengoptimalkan penerimaan pajak dan mendukung pembiayaan pembangunan.
Dengan penyesuaian tersebut, pemerintah berharap dapat meningkatkan daya saing dan kestabilan ekonomi jangka panjang.
Penerimaan dari kenaikan tarif PPN diharapkan mampu mendukung program-program sosial, seperti peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Pemerintah optimis kebijakan ini menjadi langkah strategis dalam menciptakan perekonomian yang lebih merata dan berkelanjutan.