Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengapresiasi kepemimpinan Indonesia dalam merumuskan deklarasi dan komitmen bersama mengatasi persoalan air dan sanitasi di World Water Forum ke-10 di Nusa Dua, Bali, pada 18-25 Mei 2024.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB Armida Salsiah Alisjahbana menyampaikan bahwa PBB memberikan penghargaan atas kepemimpinan yang ditunjukkan oleh Pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan forum WWF.
PBB pun dikatakan Armida memberikan dua rekomendasi cara menghindari kelangkaan air, kekeringan, dan bencana terkait air dan sanitasi. Pertama, adalah melalui kerja sama untuk sumber air bersama. Hal ini memerlukan peningkatan dalam upaya kolaboratif antara negara, wilayah, sektor, dan pemangku kepentingan.
Armida juga menyampaikan bahwa untuk menyalurkan sumber daya baru dan mendorong inovasi, kolaborasi juga diperlukan untuk dapat membantu mengurangi ketimpangan pendanaan. Kemitraan pemerintah-swasta dalam efisiensi air, seperti yang didukung Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO), dapat membantu mewujudkannya.
Langkah kolaboratif yang meliputi agenda mitigasi, adaptasi, dan pengurangan risiko bencana dikatakan Armida juga dapat mengurangi kesenjangan pendanaan. Kebutuhan pendanaan adaptasi yang tidak terpenuhi saja, diperkirakan oleh ESCAP mencapai rata-rata US$144,74 miliar per tahun, hanya untuk kawasan Asia dan Pasifik.
Dalam sebuah press conference, Armida menyampaikan penilaian ilmiah juga merupakan fokus penting bagi kerja sama. Bulan depan, kami akan menyelenggarakan The 3rd Pole Climate Forum yang dipimpin oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Yaitu forum untuk menggerakkan para ilmuwan terbaik dan pelaku pembangunan yang paling kompeten di dunia tentang pencairan gletser,” ujar Armida.
Cara kedua adalah investasi sistem data untuk peringatan dini. Data yang lebih akurat tentang system peringatan diri dapat mengurangi kerugian yang disebabkan oleh bencana hingga 60 persen.
Menindaklanjuti arahan dari pemerintah di Kawasan Asia Pasifik, kata Armida, sistem PBB telah terintegrasi untuk menyediakan sistem peringatan dini multi-bencana. ESCAP, Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR), Organisasi Meteorologi Dunia, Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU) dan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) bekerja bersama. Sementara UNICEF memetakan cadangan air sebagai masukan untuk perenanaan kesiapsiagaan dan adaptasi.
Sementara saat yang sama Sekretaris Jenderal WMO yang juga organisasi di bawah naungan PBB, Celeste Saulo mengatakan bahwa pelayanan meteorologi dan hidrologi nasional yang kuat dan handal sangat krusial untuk kesuksesan peringatan dini untuk semua termasuk bencana yang terkait air.
Celeste menyebutkan Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang juga sebagai anggota WMO, telah bekerja sama dengan otoritas penanggulangan bencana dan masyarakat sipil.
PBB pun dikatakannya telah meluncurkan kampanye untuk memastikan bahwa Sistem Peringatan Dini melindungi semua orang di bumi pada tahun 2027.
Tidak hanya aprresiasi dari para delegasi dan peserta diskusi, Indonesia juga berhasil merumuskan kerjasama bilateral di bidang lingkungan yang bisa menjadi catatan sejarah Indonesia dengan Suriname.
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Suriname menancapkan tonggak penting dalam hubungan bilateral kedua negara melalui penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) mengenai Kerja Sama dalam Pelindungan Lingkungan Pesisir dan Rehabilitasi Mangrove dalam gelaran World Water Forum ke-10 di Nusa Dua, Provinsi Bali.
Pelaksana harian (Plh) Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kabiro Humas KLHK), Muhammad Ahdiyar Syahrony menyampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, Siti Nurbaya dan Menteri Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Republik Suriname, Marciano Dasai menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) mengenai Kerja Sama dalam Pelindungan Lingkungan Pesisir dan Rehabilitasi Mangrove (di World Water Forum ke-10
Inisiatif ini dimulai pada 25 Januari 2024, ketika Menteri Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Republik Suriname menyampaikan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk mengajukan kolaborasi melalui pertukaran pengetahuan dan bantuan teknis terkait perlindungan pesisir hijau dan rehabilitasi mangrove.
Pihak Suriname dinilai menunjukkan minat yang besar terhadap proyek unit penangkapan sedimen yang sukses diimplementasikan di Demak, Jawa Tengah yang kemudian diformalkan dalam bentuk MoU.
Muhammad Adiyar menegaskan Tujuan dari kerja sama ini adalah untuk memajukan dan memfasilitasi upaya perlindungan lingkungan pesisir dan rehabilitasi mangrove, dengan tujuan meningkatkan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi dari ekosistem mangrove bagi kedua negara serta berkontribusi dalam mengatasi dampak buruk perubahan iklim global.
Kerjasama tersebut membuktikan bahwa Indonesia tidak hanya berhasil menyelenggarakan WWF sebagai pertemuan yang mampu menawarkan solusi bagi lingkungan. Indonesia juga berperan aktif dalam isu-isu global dan menunjukkan kepemimpinan dalam pengelolaan sumber daya air. Ini adalah bukti bahwa Indonesia mampu menjadi tuan rumah yang unggul dan dipercaya di mata dunia.
Dengan semangat gotong royong dan inovasi yang terus berkembang, Indonesia siap untuk menghadapi tantangan air di masa depan dan berkontribusi pada kesejahteraan global.