MATA INDONESIA, KATHMADU – Tahun 1832 sebuah jurnal menerbitkan laporan seorang penjelajah Inggris yang melihat seekor makhluk yang penuh bulu panjang dan gelap. Penjelajah ini melihatnya saat ia sedang mendaki Gunung Himalaya. Lalu legenda pun berkembang tentang mahluk misterius yang kemudian mendapat julukan Yeti.
Di zaman modren ini dengan tekhnologi canggih, para ilmuwan memastikan bahwa Yeti, makhluk yang menyerupai seekor kera di Himalaya itu, tidak pernah ada.
Banyak orang mengira Yeti adalah makhluk primata dari jaman prasejarah itu mendiami belantara salju Himalaya di benua Asia.
Namun sebuah kajian baru menyimpulkan bahwa semua bukti fisik menunjukkan Yeti ini berasal dari jenis hewan beruang.
Profesor Denmark Dr Charlotte Lindqvist adalah pakar yang bertanggung jawab dalam menyudahi mitos berabad-abad itu. ”Temuan kami mengukuhkan bahwa dasar-dasar biologis legenda Yeti hanya dapat ditemukan dalam beruang-beruang setempat,” kata Charlotte, dari University of Buffalo, New York.
Charlotte dan timnya melihat sembilan sampel bukti Yeti yang bersejarah yang dikumpulkan oleh seorang kru yang membuat film tentang makhluk itu.
Tapi sayangnya saat tes DNA ternyata yang mereka temukan adalah sisa-sisa jasad beruang tua yang mati. Ini membuat penampakan Yeti selama lebih dari satu abad ini jadi meragukan.
Catatan resmi pertama tentang Yeti muncul pada tahun 1832, ketika Journal of the Asiatic Society of Bengal menerbitkan sebuah laporan dari seorang penjelajah Inggris yaitu BH Hodgson. Ia mengatakan melihat seekor makhluk yang penuh bulu panjang dan gelap yang menurutnya adalah seekor orangutan.
Jika demikian, maka orangutan itu berada di tempat yang jauhnya lebih dari 6.000 kilometer dari tempat asalnya di Sumatera. Dan mungkin orangutan itu kedinginan serta kebingungan.
Pada tahun 1925, fotografer NA Tombazi mencatat pengalamannya melihat Yeti. Ia menyebut sesosok makhluk tinggi dan telanjang yang menarik-narik tanaman rhododendron di ketinggian 4.500 meter, .
Sesaat sebelum Perang Dunia Kedua, kaum Nazi tertarik untuk meneliti sosok Yeti ini. Mereka mengirim sebuah ekspedisi ke Nepal untuk menyelidikinya.
Namun usai Perang Dunia II, salah satu penjelajah NAZI Ernst Schafer justru menyimpulkan bahwa Yeti hanyalah seekor beruang.
Yang menarik, surat kabar Daily Mail Inggris mengirim ekspedisi ke Nepal pada tahun 1953. Mereka mencetak sebuah artikel setahun kemudian tentang penemuan kulit kepala Yeti. Tapi ketika melihat laporan mereka, Profesor Frederic Wood Jones menyimpulkan bahwa itu bukanlah kulit kepala. Bukan pula berasal dari seekor berjenis kera.
Pada tahun 1986, pendaki gunung asal Italia Reinhold Messner, mengklaim bahwa makhluk misterius itu adalah spesies beruang yang terancam punah. Entah itu beruang coklat Himalaya atau beruang biru Tibet – yang bisa berjalan dengan kaki belakang mereka.
Ekspedisi Terbaru
Para penjelajah dan penggemar Yeti terus mencoba mencari keberadaan mahluk ini. Namun secara tidak mengejutkan, mereka tidak menemukan apapun sama sekali.
Namun bahkan temuan baru ini pun tidak mencegah orang-orang yang fanatik dan menganggap sosok Yeti yang sesungguhnya masih di luar sana.
“Saya pikir masih ada kemungkinan bahwa ada spesies primata atau yang lebih canggih dari primnata yang belum dikenal, yang masih harus diselidiki keberadaannya di Asia Tengah,” kata Jonathan Downes, direktur Center for Fortean Zoology, kepada Guardian.