Terima Ormas Katolik, Moeldoko Sepakat Kuatkan Nilai Kebangsaan

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Pemerintah memandang serius persoalan berkembangnya paham radikalisme, terorisme, dan politik identitas di masyakarat, yang bahkan sudah menyusup luas ke lingkungan pendidikan, aparat sipil negara, dan bahkan kalangan TNI dan Polri.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, selalu bernada tinggi, bila membahas tentang isu radikalisme, terorisme dan politik identitas dan betul-betul serius menangani isu ini.

“Jangan sampai Indonesia berada pada ‘point of no return’ dan kita meninggalkan warisan yang buruk pada ada anak cucu kita,” kata Moeldoko saat menerima Forum Ormas Katolik di Bina Graha, Kantor Staf Presiden, Jumat, 5 Juli 2019.

Mantan Panglima TNI ini juga menegaskan agar perlu mewaspadai berkembangnya paham-paham tersebut. Dan bekerja keras untuk melawannya lewat penekanan pada penguatan nilai-nilai kebangsaan.

“Ini situasi yang tak mudah. Menjaga demokrasi, tapi juga memperhatikan stabilitas agar tak kemudian jadi anarkis,” ujar Moeldoko.

Dalam pertemuann tersebut, ia menyampaikan rasa terimakasih kepada berbagai organisasi kemasyarakatan, termasuk ormas Katolik, yang giat mendengungkan nilai-nilai kebangsaan.

“Saya tidak sangsikan teman-teman ormas Katolik punya semangat luar biasa dalam hal ini. Mari tumbuhkan kesadaran bersama di tingkat antar rumput untuk memerangi kebangkitan politik identitas dan intoleransi,” kata Moeldoko.

Subiyanto dari Sekretariat Nasional Forum Masyarakat Katolik Indonesia pun berharap agar lima tahun ke depan pemerintah tegas mengantisipasi kegiatan-kegiatan bernuansa radikalisme.

Sehingga pondasi dasar kehidupan berbangsa bernegara dan juga pembangunan Presiden Jokowi membawa Indonesia menuju negara maju tidak diganggu oleh isu-isu ini.

Sementara itu, anggota presidium Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Fibrisio Marbun menambahkan, PMKRI turut ambil bagian dalam menjaga keberagaman dan persatuan.

Melalui gerakan #Kita_Indonesia, PMKRI mengajak seluruh elemen masyarakat memegang teguh persatuan dan kesatuan.Topik lain dalam pertemuan ini yakni terkait pentingnya literasi kebangsaan, dukungan kepada pembentukan Badan Talenta Nasional, Badan Regulasi Nasional, Badan Riset Nasional serta harapan agar pemerintah mempersiapkan area industri UMKM yang kerap kesulitan mengakses regulasi.

Menanggapi hal ini, Moeldoko menjelaskan bahwa pembangunan sumber daya manusia yang menjadi fokus Presiden Jokowi pada lima tahun ke depan sangat huge, luas dan komplek sekali tantangannya. Maka ia mengharapkan dukungan semua pihak untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju dengan mengoptimalkan SDM unggul di dalamnya. (Krisantus de Rosari Binsasi)

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini