MATA INDONESIA, JAKARTA-Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang didesain secara fleksibel mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang moderat di tengah krisis pandemi covid-19.
“Kontraksi Indonesia yang 2,07 persen salah satunya merupakan hasil dari desain APBN 2020 yang dirancang responsif dan didukung oleh DPR,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta.
Sri Mulyani menyebutkan salah satu bukti pertumbuhan moderat adalah realisasi ekonomi pada 2020 yang sebesar minus 2,07 persen saat negara lain terkontraksi lebih dalam.
Menurutnya, meski ekonomi Indonesia tahun lalu terkontraksi, namun masih lebih baik dibandingkan rata-rata pertumbuhan negara di Asia Tenggara yang mengalami kontraksi empat persen akibat covid-19.
Tak hanya itu, kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 tersebut juga jauh lebih baik dibandingkan rata-rata negara G20 yang minus 4,7 persen. “Atau, juga dibandingkan dengan negara ASEAN-6 yang mengalami kontraksi 4,3 persen,” ujarnya.
Ia mengatakan tanpa kerja keras dari APBN dan kebijakan fiskal yang responsif dampak perekonomian akibat covid-19 akan jauh lebih besar dari minus 2,07 persen pada 2020.
Fleksibilitas APBN memberi kesempatan pemerintah untuk melakukan intervensi dari sisi kesehatan, menjaga daya beli masyarakat khususnya kelompok miskin dan rentan, serta dukungan sangat besar pada dunia usaha termasuk UMKM.
Ia mencontohkan salah satu bentuk fleksibilitas APBN adalah adanya pelebaran defisit di atas tiga persen, sehingga pemerintah dapat mengalokasikan anggaran Rp695,2 triliun untuk program pemulihan ekonomi.
Program pemulihan ekonomi dengan anggaran Rp695,2 triliun tersebut terealisasi Rp575,8 triliun atau 82,83 persen yang diprioritaskan untuk menjaga kesehatan, daya beli, serta membantu dunia usaha utamanya UMKM.