Dulu, Perempuan Dilarang Gunakan Celana Panjang

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Dulu perempuan dilarang menggunakan celana panjang. Bagi yang tetap mengenakannya dianggap pemberontakan.

Meskipun dipakai oleh kedua jenis kelamin pada zaman kuno, celana panjang adalah pakaian “maskulin” selama ratusan tahun. Sebaliknya, perempuan yang memakai celana panjang diharuskan mengenakan rok panjang dan tebal.

Namun, pada abad ke-19, perempuan mulai mengenakan celana panjang lagi. Akan tetapi, hanya dipakai untuk menunggang kuda saja dan masih mengenakan rok penuh di atasnya untuk menutupi separuh celana.

Celana panjang tidak dianggap sebagai pakaian perempuan yang dapat diterima hingga 1970-an. Bahkan, di beberapa tempat, memakai celana panjang adalah hal ilegal.

Berawal dari seorang aktivis politik untuk hak-hak buruh di Puerto Rico, Luisa Capetillo. Ia lah yang menjadi perempuan pertama di negaranya yang mengenakan celana panjang di depan umum.

Akan tetapi, berkat ulahnya itu, Luisa ditangkap pada 1919. Namun, entah bagaimana sang hakim justru membatalkan dakwaan pada Luisa dan akhirnya dia dapat membantu mengesahkan undang-undang upah minimum untuk pekerja di Puerto Rico.

Lalu pada 1930, hadirlah Katharine Hepburn yang menjadi ikon mode mengenakan celana panjang dianggap sebagai tanda pemberontakan.

Namun, aktris Amerika itu sangat gigih melakukannya dan bersikeras mengenakan celana panjang baik di dalam maupun di luar syuting. Karena melakukan hal itu, Hepburn mendapat julukan “racun box office”. Ia pun menjadi sangat populer karena keberaniannya.

Baru lah pada 1934, Levi Strauss & Co memperkenalkan jeans pertama di dunia yang dibuat khusus untuk perempuan, Lady Levi’s jeans. Namun, jeans perempuan ini dibuat hanya untuk mereka yang bekerja di pertanian dan peternakan.

Kemudian saat Perang Dunia II berkecamuk pada 1940-an, banyak perempuan yang juga mendaftarkan diri untuk ikut berperang, juga bekerja jauh dari rumah. Karenanya mereka mendapat kebebasan lebih daripada sebelumnya.

Perempuan pun mulai mengenakan pakaian yang biasanya dipakai pria untuk bekerja dan bersantai. Mereka banyak yang bekerja di ladang menggantikan suami mereka. Dungarees atau celana kodok yang terbuat dari bahan jeans pun menjadi pakaian yang biasa dipakai para perempuan pada masa itu.

Tak hanya celana jeans, di tahun 1940 celana panjang bahan dengan cutting lebar atau slacks juga mulai digunakan perempuan. Awalnya slacks hanya digunakan dan dibuat untuk pria.

Akan tetapi, karena celana lebih nyaman dipakai untuk bekerja dibanding pakai rok, khususnya untuk yang bekerja di bidang manufaktur. Celana akhirnya dijadikan seragam khusus untuk perempuan yang kerja di pabrik demi mengatasi penggunaan rok yang cukup berisiko untuk tersangkut di mesin.

Lama kelamaan, para kaum hawa pun memakai celana sebagai pakaian sehari-hari. Meski sebetulnya celana panjang awalnya hanya boleh dipakai untuk perempuan yang masih muda dan belum menikah.

Di sisi lain, Majalah Vogue saat itu malah tidak suka dengan celana panjang sebagai tren baru. Alasannya karena celana panjang lebar atau wide leg slacks menyembunyikan bentuk tubuh perempuan.

Desainnya mengikuti standar cantik yang dibuat kaum pria agar menjaga ‘pikiran’ mereka tetap positif saat Perang Dunia II. Walau begitu, para perempuan tetap memakai celana panjang dengan mix n match lebih fashionable.

Pada 1940 juga muncul celana Rosie the Riveter coveralls yang mirip dengan overall jumpsuit. Akhirnya, celana jeans dan wide leg pants menjadi fashion item wajib bagi perempuan. Desain dan materialnya pun sangat beragam.

Reporter: Indah Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini