MATA INDONESIA, JAKARTA – Pengamat intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta menegaskan proses propaganda bisa cepat terjadi pada kelompok atau individu yang sedang dalam masa pencarian identitas. Ia juga menambahkan bahwa hasrat untuk memenuhi kebutuhan ideologi merupakan faktor pendukung sehingga seseorang mudah menerima ideologi radikalisme.
“Propaganda ideologi sangat cepat terjadi jika seseorang mempunyai kebutuhan ideologi yang sangat kuat, sedang dalam masa pencarian identitas,” kata Stanislaus kepada Mata Indonesia News, Kamis 25 Februari 2021.
Proses propaganda bahkan bisa terjadi sangat cepat bila kelompok teroris menggunakan media sosial sebagai upaya untuk mendukung aksinya.
Hal itu juga dikemukakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar. Ia menilai media sosial saat ini masih menjadi sarana efektif untuk menghasut generasi muda agar terpapar radikalisme.
Ia juga menegaskan bahwa kelompok mayoritas pengguna media sosial juga didominasi oleh anak muda sehingga propaganda radikalisme dan terorisme rentan menyasar anak muda.
“Dan tentunya kelompok muda di sana kalau kita lihat dapat dikatakan kelompok mayoritas pengguna media sosial,” kata Komjen Pol Boy Rafli Amar.
Manuver teroris dalam menggunakan media sosial terlihat dari agresivitas kelompok teroris internasional ISIS. Penelitian J.M Berger pada 2015 menyatakan bahwa ISIS mampu melancarkan 90 ribu pesan sehari namun idealnya angkanya mencapai 200 ribu per hari. Jumlah ini termasuk dari twit, postingan video, dan blog.
Berger juga menyatakan bahwa ISIS menggunakan hashtag untuk mengidentifikasi pendukung mereka serta melakukan perekrutan. Upaya ini berhasil menjaring relawan ISIS yang berasal dari negara-negara dengan non mayoritas penduduk Islam seperti Eropa dan Amerika.