Kebobolan Tiga Gol, Lampard Salahkan Thiago Silva dan Alonso

Baca Juga

MATA INDONESIA, WEST BROMWICH – Chelsea harus puas dengan satu poin saat menghadapi West Bromwich Albion. Pelatih Frank Lampard menyalahkan dua pemain belakangnya, Thiago Silva dan Marcos Alonso.

Berlaga di The Hawthorns, Sabtu 26 September 2020, Chelsea ditahan imbang West Bromwich 3-3. Bahkan, The Blues tertinggal 0-3 terlebih dulu di babak pertama melalui gol Callum Robinson (2) dan Darnell Furlong.

Chelsea bangkit di babak kedua dengan mencetak tiga gol melalui Mason Mount, Callum Hudosn-Odoi, dan Tammy Abraham di masa injury time.

Meski mampu bangkit dari ketertinggalan 0-3, Lampard menyoroti tiga gol yang masuk ke gawang Chelsea. Ketiganya merupakan kesalahan dari pemain belakang, yakni Alonso dan Silva. Khusus untuk Silva, dia gagal mengumpan bola ke rekannya dan bola direbut Robinson yang berhasil mengoyak gawang Chelsea.

“Tanpa bermaksud merendahkan West Bromwich, kami kehilangan dua poin. Serangan balik melawan set-pieces. Kami sudah bicara soal ini sebelum pertandingan. Hari ini murni karena kesalahan pemain, benar-benar kesalahan yang sangat jelas,” ujar Lampard, dikutip dari Mirror, Minggu 27 September 2020.

“Pertama, Alonso menyundul bola ke tengah lapangan saat transisi. Kemudian kesalahan yang dilakukan Silva. Dia sudah berpengalaman dan tahu itu. Jelas itu kesalahan dia (gol kedua),” tambahnya.

“Kemudian, Alonso kehilangan pemain yang dikawalnya saat situasi sepak pojok dan berujung pada gol ketiga. Ini semua jelas kesalahan,” tuturnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini