Oleh Marlinda Yusril )*
Pilkada Serentak merupakan momentum penting dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Di tengah berbagai tantangan, pelaksanaan pesta demokrasi ini menjadi cerminan kedewasaan politik masyarakat dan komitmen terhadap sistem demokrasi yang sudah menjadi fondasi negara. Namun, proses demokrasi yang melibatkan berbagai pihak ini juga tidak terlepas dari potensi konflik yang disebabkan oleh perbedaan pandangan dan hasil yang tidak sesuai harapan. Dalam konteks ini, peran organisasi masyarakat (ormas) keagamaan sangat dibutuhkan untuk menjaga suasana tetap kondusif dan mengajak masyarakat menghormati hasil Pilkada.
Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Jakarta periode 2023-2025, Chrysmon Wifandy Gultom, menyoroti pentingnya sikap bijak dalam menyikapi hasil Pilkada. Menurutnya, masyarakat harus memahami bahwa perbedaan adalah bagian dari dinamika politik yang sehat dan tidak seharusnya menjadi alasan untuk memutus ikatan persatuan. Hal ini relevan dengan kondisi pasca-Pilkada, di mana masyarakat sering kali terjebak dalam euforia kemenangan atau kekecewaan yang mendalam. Chrysmon menekankan pentingnya kembali merajut persatuan yang mungkin sempat terkoyak akibat perbedaan pilihan politik, mengingat Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH Samsul Ma’arif, yang mengingatkan masyarakat akan esensi dari demokrasi. Menang atau kalah dalam Pilkada adalah hal yang wajar dan harus diterima dengan lapang dada. Sikap bijak dalam menerima hasil pemilu adalah bentuk nyata kedewasaan berdemokrasi. KH Samsul juga menegaskan bahwa siapa pun yang terpilih adalah pemimpin bagi semua, bukan hanya bagi kelompok pendukungnya. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan terus mendukung kepemimpinan yang terpilih demi kebaikan bersama, sekaligus memberikan kritik yang membangun apabila terdapat kekurangan.
Sementara itu di Papua, Pendeta Jones Wenda memberikan teladan yang luar biasa. Ia mengapresiasi pelaksanaan Pilkada Serentak yang berlangsung aman dan damai di tanah Papua. Hal ini menjadi bukti bahwa masyarakat Papua mampu menunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi, bahkan menjadi contoh bagi daerah lain. Pendeta Jones mengingatkan pentingnya menjaga keamanan dan kenyamanan bersama, tanpa memupuk permusuhan akibat perbedaan pilihan politik. Pesan untuk tidak terprovokasi oleh hoaks dan menjaga persatuan ini sangat relevan, mengingat dinamika politik sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memecah belah masyarakat.
Ormas keagamaan memiliki posisi strategis untuk menjadi penjaga harmoni dalam masyarakat. Dengan basis yang kuat di akar rumput, mereka memiliki kemampuan untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat dan menyampaikan pesan-pesan damai yang dapat meredam potensi konflik. Selain itu, tokoh-tokoh agama yang dihormati sering kali menjadi panutan bagi masyarakat, sehingga suara mereka memiliki pengaruh besar dalam membangun suasana yang kondusif. Dalam hal ini, seruan dari tokoh-tokoh seperti Chrysmon Wifandy, KH Samsul Ma’arif, dan Pendeta Jones Wenda sangat penting untuk terus digaungkan.
Penghormatan terhadap hasil Pilkada juga harus didukung oleh langkah-langkah strategis dari berbagai elemen masyarakat, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu memiliki peran untuk memastikan transparansi dan kredibilitas dalam setiap tahapan Pilkada, sehingga hasil yang diumumkan dapat diterima dengan baik oleh semua pihak. Di sisi lain, aparat keamanan perlu terus menjaga stabilitas selama dan setelah proses Pilkada, untuk mencegah potensi gesekan yang mungkin terjadi.
Sebagai masyarakat yang berkomitmen terhadap nilai-nilai Pancasila, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa adalah tanggung jawab bersama. Pilkada seharusnya menjadi ajang untuk menunjukkan kedewasaan politik, bukan menjadi sumber perpecahan. Dalam hal ini, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menerima hasil demokrasi dengan lapang dada perlu terus dilakukan. Media massa dan media sosial juga dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan-pesan damai dan mencegah penyebaran berita bohong yang dapat memperkeruh suasana.
Selain itu, penting untuk diingat bahwa Pilkada bukanlah akhir dari perjalanan demokrasi, melainkan awal dari tanggung jawab bersama untuk mendukung pemimpin yang terpilih. Masyarakat harus terus mengawal program-program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tanpa memandang siapa yang memimpin. Kritik yang konstruktif juga menjadi bagian dari kontrol sosial yang sehat dalam demokrasi.
Pasca-Pilkada, masyarakat juga memiliki peran penting untuk menjaga keberlanjutan pembangunan. Proyek-proyek pembangunan yang telah berjalan harus terus didukung, tanpa memandang latar belakang politik kepala daerah yang terpilih. Kebersamaan dalam mengawal pembangunan akan memastikan bahwa hasil Pilkada benar-benar membawa manfaat bagi semua pihak. Dalam hal ini, semangat kolaborasi antara masyarakat, pemimpin, dan berbagai elemen terkait menjadi kunci utama untuk memastikan pembangunan berjalan sesuai harapan dan dapat dirasakan hingga ke pelosok negeri.
Dalam situasi pasca-Pilkada, kolaborasi antara ormas keagamaan, pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan stabilitas sosial dan politik. Dengan semangat kebersamaan, Indonesia dapat terus melangkah maju sebagai negara yang demokratis dan harmonis. Peran aktif ormas keagamaan dalam mengajak masyarakat menghormati hasil Pilkada adalah salah satu kunci utama untuk mewujudkan hal tersebut. Mari jadikan Pilkada sebagai momentum untuk memperkuat persatuan bangsa dan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang mampu menjaga kedamaian di tengah perbedaan.
)* penulis merupakan pemerhati demokrasi Indonesia